Selasa, 30 April 2013



Anak Berkebutuhan Khusus,
Penanganan, Pencegahan Serta Masalahnya
di Kabupaten Magetan
oleh: Aris M Budiawan ,ST 
Faskab Magetan

I.         Latar Belakang
PNPM Generasi di kabupaten Magetan mulai dilaksanakan sejak tahun 2007. Dengan tujuan utama yaitu penanganan masalah pendidikan dan kesehatan. 12 Indikator yg menjadi tolak ukur program khususnya indikator kesehatan hampir semua tercapai di th ke 3 pelaksanaan. Sedangkan untuk   indikator pendidikan sudah tercapai sejak th pertama program digulirkan. Artinya sudah tidak ada masalah krusial di bidang pendidikan. Namun dari hasil monitoring pd th 2010 ada satu kecamatan yg menangani anak berkebutuhan khusus dimana anak tersebut menderita lumpuh sejak bayi dan pada usia sekolah dasar anak tersebut tidak bisa masuk sekolah karena pemasalahan akses. Dari kenyataan tersebut  meski indikator pendidikan secara umum sudah tercapai tetapi faktanya masih ada bidang yang selama ini belum tersentuh dan sangat mendesak untuk ditangani. Kemudian kami melakukan pendataan secara umum tentang keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus ini, namun data yang didapat kurang memuaskan tentang adanya ABK di masing-masing desa. Penyebabnya adalah karena masyarakat tidak peduli dengan mereka serta rata rata anak seperti ini jarang bersosialisasi dengan lingkungan ditambah kecenderungan orang tua yg malu dengan kondisi anak tersebut sehingga keberadaan mereka
menjadi sulit terdeteksi ditambah lagi bahwa mendeteksi anak berkebutuhan khusus ini perlu keahlian.
Pada pertengahan tahun 2011 setelah melakukan koordinasi dengan Kepala SLB PGRI Kawedanan Magetan kami mengetahui bagaimana cara melakukan pendataan tentang anak berkebutuhan khusus dan akhirnya beliau mengajarkan kepada seluruh KPMD untuk melakukan identifikasi terhadap anak berkebutuhan khusus. Ibu kepala SLB PGRI Magetan tersebut yang bernama Ibu Suprihati tanpa pamrih memberikan pelajaran dan pelatihan kepada seluruh KPMD di Magetan. Sampai akhirnya mulai pertengahan tahun 2012 kami sepakat dan berkomitmen untuk serius menangani kebutuhan pendidikan bagi anak anak berkebutuhan khusus ini. Pendataan yang kami lakukan dengan bekal pelatihan dari ibu Suprihati mulai membuahkan hasil, data yang terkumpul tentang anak berkebutuhan khusus ini ternyata luar biasa banyaknya. Dari data sementara yang masuk dari 60% desa di 9 Kecamatan yg mendapatkan PNPM Generasi mencapai 200 lebih ABK. Fakta yang sangat mencengangkan bagi kami. Fakta tersebut membuat kami lebih serius untuk menangani permasalahan pendidikan bagi ABK ini.
Dari apa yang kami dapatkan bisa disimpulkan bahwa ABK ini tidak ada ketika kita tidak peduli dengan nasib mereka.  Tetapi ketika ada kepedulian dan perhatian kita terhadap mereka barulah kita sadar bahwa jumlah mereka cukup banyak di masyarakat. Dan yang lebih memprihatinkan lagi adalah dari jumlah ABK ini 90% berasal dari keluarga sangat miskin.


II.      Pendataan
Pendataan dilakukan oleh KPMD beserta TPMD di masing-masing desa dengan dilakukan pelatihan terlebih dahulu oleh pihak yang berkompeten dalam hal ini Kepala SLB dengan instrumen pendataan yang mudah dan bisa dilakukan oleh KPMD maupun TPMD. Instrumen berupa format yang diisi berdasarkan pengamatan terhadap gejala yang dialami oleh anak. Pengamatan terdiri dari 10 gejala yang meliputi :

1.      GANGGUAN PENGLIHATAN (A)
a.      Tidak mampu melihat
b.      Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 m
c.       Kerusakan nyata pada kedua bola mata
d.      Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan
e.      Mengalami kesulitan waktu mengambil benda kecil
f.        Bagian bola mata yang hitam berawarna keruh / bersisik kering
g.      Peradangan hebat pada kedua bola mata
h.      Mata bergoyang terus

2.      GANGGUAN PENDENGARAN (B)
a.      Tidak mampu mendengar
b.      Terlambat perkembangan bahasa
c.       Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi
d.      Kurang / tidak tanggap bila diajak bicara
e.      Ucapan kata tidak jelas
f.        Kualitas suara aneh / monoton
g.      Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar
h.      Banyak perhatian terhadap getaran
i.        Keluar cairan nanah dari telinga

3.      TUNA DAKSA (D)
a.      Anggota gerak tubuh kaku / lemah / lumpuh
b.      Kesulitan dalam gerakan (tidak lentur, tidak sempurna/tidak terkendali)
c.       Terdapat anggota badan yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasa
d.      Terdapat cacat pada alat gerak
e.      Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam
f.        Kesulitan pada saat berdiri / berjalan / duduk, dan menunjukkan sikap tidak normal
g.      Hiperaktif/tidak dapat tenang

4.      ANAK CERDAS ISTIMEWA
a.      Membaca pada usia lebih muda
b.      Membaca lebih cepat dan lebih banyak
c.       Memiliki perbendaharaan kata luas
d.      Mempunyai rasa ingin tahu kuat
e.      Mempunyai rasa ingin tahu kuat
f.        Mempunyai minat yang luas juga terhadap masalah orang dewasa
g.      Mempunyai inisiatif dan dapat bekerja sendiri
h.      Menunjukkan keaslian dalam ungkapan verbal
i.        Memberi jawaban-jawaban yang baik
j.        Dapat memberikan banyak gagasan
k.       Luwes dalam berpikir
l.        Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan
m.    Mempunyai pengamatan yang tajam
n.      Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu panjang, terutama terhadap tugas atau bidang yang diminati
o.      Berpikir kritis juga terhadap diri sendiri
p.      Senang mencoba hal-hal baru
q.      Mempunyai daya abstraksi konseptualisasi dan sintesis yang tinggi
r.       Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan-pemecahan masalah
s.       Cepat menangkap hubungan sebab akibat
t.        Berperilaku terarah pada tujuan
u.      Mempunyai banyak kegemaran
v.       Mempunyai daya ingat yang kuat
w.     Tidak cepat puas prestasinya
x.       Peka (sensitif) serta menggunakan firasat
y.       Menginginkan kebebasan dalam gerakan dan tindakan

5.      ANAK TALENTED
 Memiliki kemampuan lebih tinggi di bidang :
a.      Bidang Kesenian
b.      Bidang Keterampilan
c.       Bidang Kepemimpinan
d.      Bidang Matematika
e.      Bidang IPA
f.        Bidang Bahasa
g.      Bidang Olah raga dsb

6.      TUNA GRAHITA
a.      Penampilan fisik tidak seimbang
b.      Tidak dapat mengurus diri sendiri
c.       Perkembangan bahasa / bahasa terlambat
d.      Tidak ada / kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan / pandangan kosong
e.      Koordinasi gerakan kurang / gerakan sering tidak terkendali
f.        Sering keluar air ludah dari mulut


7.      ANAK LAMBAN BELAJAR
a.      Rata-rata prestasi belajar selalu rendah
b.      Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat
c.       Daya tangkap terhadap pelajaran lambat
d.      Pernah tidak naik kelas

8.      ANAK KESULITAN BELAJAR

8.1.            Kesulitan membaca (disleksia)
a.      Perkembangan kemampuan membaca terlambat
b.      Kemampuan memahami isi bacaan rendah
c.       Kalau membaca sering banyak kesalahan

8.2.            Kesulitan belajar menulis (disgrafia)
a.      Kalau menyalin tulisan sering terlambat
b.      Sering salah menulis huruf
c.       Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca
d.      Tulisannya banyak salah / huruf hilang

8.3.            Kesulitan belajar berhitung (diskakalia)
a.      Sulit membedakan tanda +, -, X, >, <
b.      Sulit mengoperasikan hitungan / bilangan
c.       Sering salah membilang dengan huruf
d.      Sering salah membedakan angka
e.      Sulit membedakan bangun geometri

9.      GANGGUAN KOMUNIKASI
a.      Sulit menangkap isi pembicaraan orang lain
b.      Tidak lancar dalam berbicara / mengemukakan ide
c.       Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi
d.      Kalau berbicara sering gagap/gugup
e.      Suaranya parau/serak
f.        Tidak fasih mengucapkan kata-kata tertentu/cedal
g.      Organ berbicara tidak normal / sumbing


10.  GANGGUAN TUNA LARAS
a.      Bersikap membangkang
b.      Mudah terangsang emosinya / marah
c.       Sering melakukan tindakan agresif, merusak, mengganggu
d.      Sering bertindak melanggar norma susila / hukum

Pengamatan dilakukan terhadap anak yang dicurigai berkebutuhan khusus dengan instrumen tesebut dibuat matriks sehingga bisa didapatkan secara lebih rinci terhadap kekurangan anak bersangkutan. Sehingga penanganan terhadap masing-masing anak bisa lebih fokus berdasarkan kategori dan  kebutuhan masing-masing.


III.   Penanganan
Kami mencoba melakukan penanganan terhadap ABK ini di desa Sidowayah kecamatan Panekan dengan pertimbangan di desa ini ada sisa dana kegiatan multiyears tahun 2010 dan sebelumnya yang setelah diidentifikasi ulang sudah tidak relevan lagi untuk dilaksanakan ditambah data ABK di desa  ini cukup banyak dan lengkap berdasarkan kategori. Data Sementara yang sudah lengkap sesuai gejala dari desa Sidowayah Kecamatan Panekan.  Sejumlah 29 anak dengan gejala : 1 anak tuna daksa, 2 anak tuna grahita, 8 anak lamban belajar, 1 anak tuna laras,  dan sisanya kesulitan belajar dan gangguan komunikasi. Dari data tersebut hanya satu yang bisa langsung ditangani oleh program melalui PK dan TPMD yaitu Tuna daksa yg menderita lumpuh sejak lahir diberikan kursi roda serta perlengkapan sekolah serta dilakukan advokasi kepada pihak sekolah terdekat agar bisa memfasilitasi kebutuhan Kegiatan Belajar Mengajar yang disesuaikan dengan kondisi anak. Tentang Penanganan pendidikan anak berkebutuhan khusus ini diatur dalam PP no. 17 tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan, Pasal 129 – 142. Dan secara khusus pada pasal 140 disebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan khusus bisa dilaksanakan pada jalur formal, non formal, dan informal. Artinya bahwa sekolah umum juga harus menerima anak berkebutuhan khusus ini sepanjang kebutuhan kekhususannya dapat diatasi.
28 anak yang lain tidak bisa ditangani langsung oleh pelaku desa karena masuk kategori yang butuh terapi dan perlu tenaga ahli yang berkompeten di bidang pendidikan luar biasa. Dari anak yg dianggap lambat belajar beberapa diantaranya menderita Disleksia dan Disgrafia  anak anak ini diperkenankan oleh sekolah untuk mengikuti pelajaran meski tidak bisa membaca/menulis dan anak anak ini setiap tahun naik kelas namun hanya sekedar formalitas. Pada saat anak ini kelas 5 nanti akan dikeluarkan karena tidak mungkin bisa mengerjakan UAN pada saat kelas 6 nantinya. Ini berarti anak anak ini termasuk anak yang terancam putus sekolah. Dan kelainan ini bisa dikurangi dengan terapi yang dilakukan oleh pengajar yang khusus menangani ABK ini. Dari hasil pencarian terhadap pengajar anak berkebutuhan khusus ini akhirnya didapatkan guru pengajar SLB Panca Bhakti Magetan yang bersedia menyempatkan waktu untuk melakukan terapi terhadap 28 anak ini dengan asisten pengajar berjumlah 3 orang. Terapi dilakukan seminggu 2 kali pada hari selasa dan kamis setiap jam 15.00 WIB s/d selesai. Lokasi kegiatan menggunakan gedung SD Sidowayah 2. Peserta dibagi menjai 3 kelas dengan 3 orang terapis yaitu kategori tuna grahita, kesulitan belajar dan gangguan komunikasi. Sedangkan untuk yang tuna daksa dilakukan terapi di yayasan “Insan Istimewa” Magetan.  Biaya yang dikeluarkan untuk tim terapis ini adalah Rp 400.000 per anak selama 6 bulan. Dari hasil uji coba penanganan terhadap anak berkebutuhan khusus ini selama berjalan 3 bulan sudah menunjukkan hasil yang luar biasa. Beberapa anak yang kesulitan belajar dan lambat belajar yang  tadinya akan dikeluarkan dari sekolah sudah mulai menunjukkan peningkatan kemampuan. Anak tuna daksa yang tadinya hanya bisa menggunakan tangan kiri mulai bisa menggunakan tangan kanan untuk melakukan aktifitas. Hampir semua orang tua siswa yang tadinya sudah putus asa terhadap masa depan anak anak mereka menjadi terbuka kembali harapan terhadap masa depan putra putri mereka. 
Dari keberhasilan uji coba yang dilakukan di kecamatan Panekan ini memacu kami untuk melaksanakan hal yang sama di kecamatan lain di kabupaten Magetan. Target yang pertama adalah kecamatan Poncol dengan pertimbangan dana yang mengendap di rekening pokja khususnya bunga pokja cukup tinggi dan data ABK di kecamatan ini cukup besar khususnya anak yang tuna daksa dan kesulitan belajar. Selain itu jika “Rumah Pintar” ini kita didirikan di kecamatan Poncol bisa mengakomodir anak dari kecamatan terdekat yaitu Plaosan dan Lembeyan. Kebutuhan tenaga pengajar sudah diidentifikasi sejumlah 6 org guru GTT di SLB Kawedanan dan 3 orang guru GTT di SLB Kecamatan Parang yang memiliki spesialisasi penanganan tuna grahita, tuna rungu, dan tuna daksa. Assesment terhadap kebutuhan anak sudah mulai dilaksanakan dan direncanakan kegiatan di kecamatan Poncol ini mulai efektif berjalan pada Bulan Mei 2013. Untuk kecamatan yang lain direncanakan efektif berjalan menggunakan dana BLM pada bulan Agustus mendatang dengan assesment sudah berjalan mulai saat ini.
Rencana selanjutnya, mengingat betapa pentingnya kegiatan ini bagi masa depan anak serta banyaknya anak yang menderita kelainan ini merata di setiap kecamatan, dan keterbatasan pengajar yang memilik keahlian khusus padahal ke depan setiap kecamatan harus memiliki kader pengajar anak berkebutuhan khusus ini maka akan diadakan perekrutan dari masyarakat yang punya kepedulian sosial cukup tinggi dan diutamakan memiliki pengalaman mengajar utk dilatih menjadi pengajar anak berkebutuhan khusus. Kader kader tsb akan dilatih oleh tenaga pengajar yang memiliki keahlian khusus dan sudah memiliki pengalaman mengajar ABK. Sasaran utama untuk menjadi kader ini adalah para guru GTT dan pensiunan guru. Ketika kita sudah memiliki kader ini maka ke depan kegiatan penanganan ABK ini bisa dilakukan di masing2 desa.

IV.   Pencegahan
Dari data yang  yang ada dari anak berkebutuhan khusus ini 90% berasal dari keluarga sangat miskin. Dari data sample di desa Sidowayah kecamatan Panekan dari 29 ABK hanya 1 yang berasal dari keluarga menengah 3 dari keluarga miskin dan sisanya dari keluarga sangat miskin. Ada beberapa hal yang mungkin menjadi penyebab, antara lain adalah pemenuhan kebutuhan gizi yang kurang di keluarga miskin dan sangat miskin. Logikanya adalah dari proses terbentuknya bayi sejak didalam rahim dibutuhkan perhatian serta gizi yang cukup.
Secara sederhana proses terbentuknya janin bisa dijelaskan sebagai berikut : diawali dari bertemunya sel sperma dan sel telur, pd proses ini sel sperma yang jumlahnya belasan juta sel hanya satu sel sperma saja yang bisa menembus  dinding rahim. Demikian juga dengan sel telur, hanya satu saja yang bisa mencapai leher rahim dan bertemu dengan sel sperma untuk terjadinya pembuahan. Dari proses ini jelaslah bahwa bibit yang bakal menjadi janin adalah bibit terbaik yang berasal dari kedua orang tua. Setelah terjadi pembuahan maka terbentuklah janin yang pada usia 4 minggu sudah mulai tumbuh tunas tangan, kaki serta organ yang lain. Pada usia kehamilan 8 minggu sudah mulai terbentuk jaringan otak. Apa jadinya ketika pada fase fase tersebut ibu kekurangan gizi, melakukan aktifitas yang membahayakan janin? Sudah barang tentu janin tidak akan tumbuh dengan optimal. Dari pemikiran tersebut sangatlah penting bila perawatan kehamilan menjadi prioritas utama dalam pencegahan terhadap munculnya ABK baru. Bukankah semua ABK, anak BGM, Gizi buruk yang muncul tahun depan berasal dari ibu hamil yang ada saat ini? Untuk itu ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah itu semua yaitu dilakukan penyuluhan kepada seluruh ibu hamil tentang :
1.        Pentingnya perawatan kehamilan
2.        Pentingnya dilakukan Inisiasi Menyusu Dini
3.        Pentingnya Asi Ekslusif (data di kabupaten Magetan tidak lebih dari 10% bayi yang  mendapatkan Asi Ekslusif)
4.        Pentingnya penguatan dan pemahaman tentang nutrisi pengganti susu yang didapat dari lingkungan sekitar.
Selama ini penyuluhan yang dilakukan kurang efektif karena hanya dilakukan 2 atau 3 kali dalam setahun. Ketika yang kita harapkan adalah perubahan perilaku di masyarakat yang harus kita lakukan adalah penyuluhan yang rutin dan dilakukan secara intensif dan berulang. Untuk itu kami merencanakan kegiatan kelompok sasaran ibu hamil di setiap desa dilakukan pertemuan rutin setiap bulan dengan nara sumber dari dinas kesehatan dan optimalisasi bidan desa.
Data tentang asi ekslusif di kabupaten magetan sangat memprihatinkan ketika tidak terlaksananya asi ekslusif justru karena peran dari bidan sendiri yang langsung memberikan susu formula sejak saat bayi lahir dengan alasan asi belum keluar. Padahal bayi yang baru lahir air ludahnya mengandung hormon oksitosin yang merangsang keluarnya asi. Sehingga ketika IMD benar benar dilakukan maka asi akan segera keluar dengan rangsangan dari bayi sendiri. Bayi baru lahir, memiliki cadangan makanan di dalam tubuhnya yang diperoleh dari plasenta selama berada di rahim ibu. Oleh karena itu, bayi baru lahir tidaklah memerlukan makanan/minuman apapun sampai 48 jam pertama. Satu-satunya zat yang ia perlukan ketika baru lahir adalah kolostrum (ASI awal) yang akan menjadi imunisasi pertamanya, karena berfungsi untuk melapisi dinding usus bayi (yang sel-selnya belum rapat) menjadi tertutup dan akhirnya rapat. Untuk itu peran dari dinas kesehatan sangat diperlukan untuk memberikan pemahaman kepada para tenaga kesehatan mereka khususnya bidan tentang proses persalinan yang benar dan kampanye tentang asi ekslusif sehingga sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat  baru bisa efektif dilakukan. Tentang IMD dan Asi Ekslusif ini diatur dalam PP. No. 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Ekslusif.  Pada pasal 9 dan 10 diatur tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan rawat gabung ibu dan bayi. Dan secara khusus pada pasal 14 diatur tentang sanksi administratif bagi tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan IMD dan rawat gabung serta tidak melaksanakan edukasi  ASI Ekslusif dengan teguran lisan, teguran tertulis, dan atau pencabutan izin praktek.

V.      Hambatan
Hambatan yang kami alami dalam kegiatan penanganan ABK ini adalah :
1.      Keterbatasan biaya. Mulai th 2011  9 kecamatan di Magetan yang mendapatkan PNPM Generasi mendapatkan bantuan dana BLM rata rata  500 juta per kecamatan. Dengan kondisi ini menyebabkan tidak semua ABK bisa ditangani karena kegiatan ini juga harus menangani masalah di bidang kesehatan yang berupa kegiatan penanganan ibu hamil, persalinan, posyandu, penanganan BGM dan Gizi buruk serta penyuluhan kesehatan yang bertujuan adanya perubahan perilaku masayarakat di bidang kesehatan yang berpengaruh juga untuk mengurangi angka lahir cacat, BGM dan gizi buruk yang muncul tahun berikutnya.
2.      Keterbatasan Tenaga Didik. Di kabupaten Magetan saat ini hanya ada 4 SLB dengan jumlah guru yang sangat terbatas. Hasil dari koordinasi dengan pihak sekolah, tenaga pendidik bisa diadakan dengan pelatihan secara intensif terhadap pelaku yang memiliki kepedulian terhadap penanganan ABK ini. Dengan harapan bahwa nantinya seluruh kecamatan melaksanakan kegiatan ini maka diharapkan nantinya ada dana DOK pelatihan yang khusus dialokasikan untuk melatih kader penanganan terhadap ABK. 
3.      Kepedulian Pemerintah. Apa yang kami lakukan kurang mendapat dukungan dari Dinas Layanan. Setiap kali kami mengadakan koordinasi dengan dinas pendidikan selalu dianggap bahwa itu bukan bidang mereka. Demikian juga di bidang kesehatan dimana kita harus mensosialisasikan kepada masyarakat tentang proses persalinan, IMD, dan Asi Ekslusif justru dari pihak tenaga kesehatan khususnya bidan desa yang tidak mendukung dengan menolak melaksanakan IMD dan memberikan susu formula sejak saat bayi baru lahir.
4.      Kebijakan Program.  Penanganan anak berkebutuhan khusus ini tidak secara khusus dijelaskan pada Petunjuk Teknis Operasional sehingga ada saja pihak yang mempertanyakan tentang dasar aturan kebijakan ini. Mengingat pentingnya masalah penidikan, khususnya ABK yang juga memiliki hak dan perlakuan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan selama ini tentang ABK jarang sekali mendapat perhatian maka harapan kami ada kebijakan program secara khusus untuk menangani masalah ini.

VI.   Harapan
Dengan dilaksanakannya kegiatan ini kami berharap ada kepedulian dari berbagai pihak tentang masa depan ABK ini khususnya yg berkaitan dengan kesempatan mendapatkan pendidikan yang layak. Kami berharap masyarakat, pemerintah, khususnya dinas pendidikan dan kesehatan untuk ikut memikirkan masa depan mereka, satu hal bahwa tidak ada satupun manusia didunia ini yang menginginkan lahir dengan kondisi tidak normal, tidak satupun manusia didunia ini yang menginginkan hidup miskin serba kekurangan. Kita tidak pernah peduli dengan mereka karena kita bukan mereka. Kondisi kita tidak seperti mereka. Hanya kepedulian kita sajalah yang dibutuhkan untuk  mereka, sedikit bantuan kita untuk memikirkan mereka itu merupakan hal besar yang akan mereka dapatkan. Dari sekian ABK yang  kami kunjungi rata2 orang tua ABK ini sudah tidak memiliki harapan lagi terhadap masa depan anaknya. Ketika kemudian datang pelaku PNPM, Dinas Pendidikan, pihak sekolah untuk memberikan kesempatan kepada anak mereka untuk belajar dengan normal, kebutuhan kekhususan anak mereka ditangani, bisa dibayangkan betapa bahagianya ketika harapan yang  tadinya pupus kembali muncul, masa depan anak mereka kembali terbuka. Kita memang tidak menyadari keberadaan mereka karena memang kita tidak peduli dengan mereka, tetapi ketika kita ada perhatian terhadap mereka maka akan kita sadar bahwa jumlah mereka cukup banyak di sekitar kita. Seandainya semua program pemberdayaan di Indonesia mewajibkan 10% saja dananya untuk kepentingan pendidikan ABK ini maka bisa dibayangkan berapa ratus ribu ABK di seluruh Indonesia yang kembali memiliki masa depan seperti anak anak indonesia normal lainnya.
Yang tidak kalah pentingnya adalah kesadaran dari tenaga kesehatan untuk melaksanakan aturan dan kaidah medis secara benar, dalam hal ini ketegasan dari Dinas Kesehatan Kabupaten untuk melaksanakan kampanye IMD dan Asi Ekslusif thd para tenaga kesehatan dan menerapkan sanksi secara tegas sesuai aturan kepada yang tenaga kesehatan melanggar. Sehingga tujuan program dapat berjalan dengan baik.
Di sisi keberhasilan program, program dikatakan berhasil apabila ada data dan fakta sebelum adanya program, pada saat berjalannya program serta pasca program. Ketika yang kita laksanakan hanya dari data BGM,Gizi buruk, ABK muncul baru kita tangani maka setelah program selesai angka BGM,Gizi Buruk, serta ABK tidak akan turun dari sebelum adanya program. 
Tetapi apabila kita melaksanakan kegiatan penyuluhan, pelatihan, serta berakibat perubahan perilaku masyarakat di bidang pendidikan dan kesehatan maka kita bisa menghitung berapa ABK, Gizi Buruk, BGM sebelum adanya program, berapa yang ditangani pada saat berjalannya program serta penurunan angka pada saat program berakhir.

Tidak ada komentar: